Institut Stiami Ikuti Pertemuan Pimpinan Perguruan Tinggi Di Bali Yang Dihadiri Jokowi


Jakarta – STIAMINEWS –  Aksi terorisme belakangan bukan saja terjadi di Timur Tengah, tapi kini merambah ke Tanah Air. Para teroris umumnya pernah belajar di Timur Tengah. Dari peristiwa demi peristiwa terorisme juga dapat terlihat, para pelaku umumnya masih berusia muda atau bahkan kalangan remaja. Mulai dari bom Bali, bom Thamrin, bom Kampung Melayu, hingga bom Panci Bandung. Karena itu, radikalisme kini menjadi ancaman nyata bagi generasi muda di Tanah Air. Pemerintah dan pihak-pihak terkait, kini lebih gencar mencegah radikalisme atau deradikalisasi, khususnya di kalangan remaja

Untuk menjaga keutuhan bangsa maka menristekdikti Mohamad Nasir mengumpulkan para pimpinan Perguruan Tinggi seluruh Indonesia pada pertemuan pimpinan Perguruan Tinggi se-Indonesia di Nusa Dua Bali Convention Center (NDBCC), Senin (25/9). Pertemuan tersebut mengambil tema Aksi Kebangsaan Perguruan Tinggi Melawan Radikalisme. Nasir amat mengapresiasi aksi ini karena berjalan dengan baik, dan dihadiri oleh sekitar 3.000 Perguruan Tinggi se-Indonesia yang salah satunya Institut STIAMI yang diwakilkan langsung oleh Dr. M. Agus Cholik, SE, MM

Hadir sebagai narasumber dalam aksi tersebut antara lain adalah Kapolri Tito Karnavian dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius. (DZI) serta Presiden Jokowi menyambut positif deklarasi perguruan tinggi se-Indonesia untuk melawan  radikalisme. Saat memberikan sambutan dalam acara penutupan Pertemuan Pimpinan Perguruan Tinggi se-Indonesia di Nusa Dua Bali, Selasa (26/9), Jokowi mengingatkan adanya ancaman yang menyusup di balik perkembangan teknologi. Di antaranya adalah melalui media sosial yang sangat terbuka.

"Sekarang ini telah terjadi infiltrasi ideologi yang ingin menggantikan Pancasila dan memecah belah kita. Keterbukaan tidak bisa kita hindari sehingga media sosial sangat terbuka bebas untuk infiltrasi yang tidak kita sadari. Tadi saya bangga telah dideklarasikan oleh pimpinan perguruan tinggi se-Indonesia yang bertekad untuk mempersatukan kita dalam NKRI, berpegang teguh dalam UUD 1945, dan menjaga Bhinneka Tunggal Ika," sambut Presiden Jokowi.

Jokowi mengingatkan, perguruan tinggi adalah sumber pengetahuan dan pencerahan. Oleh karena itu Jokowi menekankan, sangat berbahaya bila perguruan tinggi dimanfaatkan segelintir pihak sebagai medan infiltrasi ideologi radikalisme terorisme.

"Saya ingin mengingatkan pada kita semua bahwa perguruan tinggi adalah kawahnya pengetahuan, sumber pengetahuan dan sumber pencerahan. Dan sangat berbahaya sekali kalau perguruan tinggi menjadi medan infiltrasi ideologi-ideologi radikal. Jangan sampai kampus-kampus menjadi lahan penyebaran ideologi anti-Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika," pesan Presiden.

Pola masuknya ideologi radikalisme terorisme ini lanjut Jokowi saat ini menggunakan metode pendekatan yang sangat lembut dan akrab khususnya di kalangan anak-anak muda.

"Dan mereka muncul dengan cara-cara baru, mereka muncul dengan metode-metode baru, halus lembut dan sering tanpa kita sadari. Sangat halus sangat kekinian dengan pendekatan-pendekatan yang akrab dan sering menyentuh hati. Banyak dari kita yang terbuai oleh itu sehingga kita lupa telah memiliki Pancasila," jelasnya.

Lebih lanjut Jokowi menegaskan, perguruan tinggi harus mengambil sikap jelas dan tegas dalam mencegah dan melawan radikalisme. Perguruan Tinggi juga harus mengambil peran nyata dalam membela Pancasila dan NKRI sebagai wujud kepedulian kepada bangsa dan negara Indonesia.

"Oleh sebab itu apabila kita semua masih cinta Indonesia, cinta NKRI, cinta Pancasila, dan cinta Bhinneka Tunggal Ika, kita harus menghentikan infiltrasi ideologi radikalisme, dan terorisme di seluruh perguruan tinggi seluruh Indonesia. Agar rasa persatuan dan persaudaraan semakin kuat. Jangan sampai hasil kerja keras untuk anak cucu kita hancur karena terorisme dan radikalisme sehingga bangsa kita jadi bangsa yang mundur," lanjut Presiden Jokowi. (Selvi/Kompas.com)