Program Pascasarjana Institut Stiami Adakan Seminar Nasional Tentang Pajak


Tidak tercapainya target penerimaan pajak yang dibebankan dalam APBN-P 2015 sebesar Rp 1.294 triliun dan tidak sinkronnya regulasi perpajakan sehingga Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito pun memutuskan meletakkan jabatannya. Melihat perkembangan perpajakan di Indonesia saat ini, Institut STIAMI Program Pascasarjana mengadakan Seminar Nasional Pajak 2016. Dengan tema "Antisipasi Tahun Penegakan Hukum Pajak dan Pemanfaatan Insentif Pajak" di gedung Is Plaza Jakarta (13/02/2016).

Institut STIAMI yang selama ini dikenal sebagai Kampus Pajak dan Bisnis dan saat ini sudah membuka 2 Fakultas baru yaitu Fakultas Sosial dan Fakultas Manajemen, dalam beberapa Seminar Nasional yang diadakan sangat peduli terhadap situasi perpajakan dan bisnis di Indonesia, dalam seminar nasional kali ini Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak Kementerian Keuangan Puspita Wulandari, dalam pengarahannya meminta Institut STIAMI untuk merumuskan kajian akademik dan rekomendasi kepada Kementerian Keuangan, khususnya kepada Ditjen Pajak, agar hal itu tidak terulang kembali.

Selain itu beberapa narasumber turut hadir dalam seminar tersebut yaitu Prof. Haula Rosdiana, Guru Besar Ilmu Kebijakan Pajak Universitas Indonesia, Drs. Suherman Saleh, Ketua Umum Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia, dan Drs. Kismantoro Petrus, Sekjen Ikaatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI). 

Direktur Program Pascasarjana Intitut STIAMI Dr. Taufan Maulamin, SE, Ak, MM, mengatakan, target penerimaan penerimaan pajak tahun 2015 sebesar Rp1.294,2 triliun sesuatu yang tidak logis di tengah melemahnya ekonomi global. Jika di Indonesia pembayar pajak terbesar dari kalangan korporasi, di luar negeri lebih banyak pribadi-pribadi. “Melambatnya ekonomi global jelas berpengaruh kepada industri di Indonesia. Mungkin yang masih leluasa bergerak di saat ekonomi melemah ya industri makanan dan minuman, serta pasar swalayan karena ini menjadi kebutuhan sehari-hari. Tapi di luar itu, jelas roda perindustriannya ikut menurun, bahkan banyak yang gulung tikar. Jadi target pajak sebesar itu sangatlah tidak logis,” tuturnya, usai seminar

Persoalan lainnya, banyak regulasi perpajakan yang terkesan tidak harmonis. Sebut saja pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan jasa jalan tol yang rencananya diberlakukan pada 1 April 2015, akhirnya ditarik. Begitu pula dengan pajak warteg dan pajak pertambahan nilai peternakan yang juga dihapus. “Ini menandakan pemerintah tidak melakukan kajian komprehensi dalam merumuskan tarif perpajakan. Ini kan sesuatu yang memalukan. Pemerintah tidak melibatkan perguruan tinggi, khususnya Institut STIAMI sebagai satu-satunya perguruan tinggi swasta yang program studinya lebih menekankan kepada perpajakan, sehingga regulasi pajak yang sudah digulirkan mendapat sorotan,” tandasnya.(IR7)